Harga Cabai Rawit Bangka Tembus Rp 100 Ribu/Kg

Harga Cabai Rawit - Saat ini harga cabai rawit Bangka hampir menyentuh Rp 100 ribuan perKilogram (Kg). Dibanding harga cabai panjang justru lebih murah berkisar Rp 22 ribu untuk cabai luar pulau (Bangka) dan Rp 25 ribu untuk cabai lokal.

Harga Cabai Rawit Bangka Tembus Rp 100 Ribu/Kg

Seorang pemilik warung kebutuhan pokok di Pasar Induk Pangkalpinang, Kandar (31) mengatakan pada Bangkapos.com bahwa harga cabai yang turun justru harga cabai merah. Normalnya harga cabai panjang baik lokal maupun dari luar pulau (Bangka) berkisar pada harga Rp 30-35 ribu.

"Itu harganya hari ini,  kalau saya yang jual seharga Rp 22 ribu untuk cabai dari Jawa dan 25 ribu untuk cabai lokal", ujar Kandar ketika ditemui Bangkapos.com di sela-sela aktivitasnya mengupas bawang putih jualannya, Kamis (3/4/2014) petang.

Sebelumnya hasil survey monitoring dan evaluasi harga rata-rata bahan pokok pangan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pangkalpinang di Pasar Pagi, Kamis (3/4/2014) pagi diketahui harga cabai rawit merah Palembang berada di kisaran harga mendekati Rp 80ribuan, setelah seminggu sebelumnya ada pada harga Rp 60ribuan.(Sumber : bangka.tribunnews.com)
Read More

El Nino ancam pertanian Indonesia

Pertanian Indonesia - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meramalkan beberapa wilayah Indonesia bakal terdampak El Nino (gejala gangguan iklim yang diakibatkan oleh naiknya suhu permukaan laut Samudera Pasifik).

El Nino ancam pertanian Indonesia

"Potensi El Nino memang ada dan kemungkinan, jika terjadi, setelah pertengahan tahun," kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Widada Sulistya di Jakarta.

El Nino terjadi akibat perubahan pola angin dan curah hujan sehingga menjadi lebih kering. "Bukan hanya Indonesia yang mengamati ini tapi seluruh dunia. Belum ada yang mengatakan terjadi El Nino, tapi potensi itu ada," tambah Widada.

Jika memang benar El Nino terjadi pada Juni-Juli mendatang, maka wilayah Indonesia yang sebagian mengalami musim kemarau akan lebih kering. "Akibatnya akan terjadi kekeringan, gagal panen sampai kebakaran lahan," kata Widada.

Menurut dia, BMKG sudah menginformasikan adanya potensi El Nino tersebut ke pihak-pihak terkait seperti Kementerian Pertanian.(Sumber : waspada.co.id)
Read More

Buruh Tani Minim, Petani Kujon Gunakan Transplanter

Mekanisasi menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi sulitnya mencari buruh tani, terutama saat masa tanam dan musim panen raya. Seperti yang dilakukan petani Desa Kujon, Kecamatan Ceper, Klaten. Mereka menggunakan transplanter atau mesin tanam sehingga pekerjaan lebih efisien.

Buruh Tani Minim, Petani Kujon Gunakan Transplanter

Penggunaan transplanter baru dimulai musim tanam lalu. Namun hasilnya sudah bisa dirasakan. Mekanisasi dirasa lebih efisien dibandingkan dengan cara tanam tradisional. Biaya produksi dapat ditekan, karena tak lagi membutuhkan buruh tanam yang kini semakin langka dan harus mengantre.

''Kami mendapat bantuan transplanter dari Kementerian Pertanian, hasilnya cukup menggembirakan. Jauh lebih efisien dibandingkan dengan menanam dengan cara tradisional. Biaya produksi bisa ditekan sehingga menguntungkan petani,'' kata Ketua Kelompok Tani Tunas Makmur II Desa Kujon, Muladi, Rabu (2/4).

Dengan kehadiran alat dan mesin pertanian (alsintan), petani perlu lagi mengkhawatirkan minimnya buruh tani di saat musim tanam dan musim panen raya. Waktu yang diperlukan juga semakin efisien. Saat ini, jumlah buruh tani semakin minim padahal kebutuhan tenaga pertanian terus meningkat.

Penggunaan mesin memang lebih mudah, karena petani bisa mengoperasikan alat itu secara mandiri. Mereka tidak perlu tenaga operator. Waktunya pun lebih cepat, satu petak lahan hanya butuh waktu 2 hingga 3 jam. Alsintan menjadi solusi di tengah minimnya tenaga pertanian di Klaten.

''Dengan transplanter penggunaan bibit lebih efisien hanya perlu 25 kg per hektare. Kalau dengan cara tradisional butuh bibit 60 kg per hektare. Asupan nutrisi bisa lebih optimal dan pupuk lebih irit karena jarak tanam antar tanaman 30 cm, tanam jadi dapat cukup sinar matahari,'' tegas dia.

Namun bila akan menggunakan transplanter, bibit yang digunakan harus berumur sekitar 12 hari. Petani berharap, pemerintah memberikan lebih banyak bantuan alsintan agar petani tidak kesulitan mencari buruh tani. Untuk pengadaan mandiri, petani masih keberatan karena harga alat tersebut cukup mahal.(Sumber : suaramerdeka.com)
Read More

151 RW Di Bandung Akan Disulap Menjadi Kebun

Dinas Pertanian Kota Bandung akan mendistribusikan berbagai bibit sayuran dan bunga ke 151 RW di Kota Bandung. "Bibit sayuran dan bunga sebagai program Kampung Berkebun unggulan Dinas Pertanian," ujar Kepala Dinas Pertanian Kota Bandung Elly Wasliah saat membuka Focus Group Discussion  (FGD) Kampung Berkebun di Golden Flower, Rabu (2/4).


Elly mengatakan, tahap pertama Program Kampung Berkebun difokuskan di 151 RW yang tersebar di 151 kelurahan. Jadi satu kelurahan 1 RW yang akan "disulap" menjadi kampung kebun. Menurutnya, diluncurkan Kampung Berkebun karena lahan produktif untuk mengembangkan budiaya pertanian di Kota Bandung semakin berkurangnya.

"Kota Bandung sebagai Ibu Kota Provinsi Jabar  memiliki pertiumbuhan ekonomi cukup pesat dipicu proses perdagangan, pariwisata, pendidikan dan pemukiman," ujar Elly.

Elly mengatakan, Kampung Berkebun digulirkan Wali Kota Bandung untuk pemenuhan sebagian kebutuhan pangan segar masyarakat dan perbaikan kualitas lingkungan, pemukiman menjadi hijau, asri, bersih dan produlktif.

"Dinas pertanian memberikan gratis mulai dari bibit, tempat, pupuk sampai tanah dan cangkul," ujar Elly.

Tidak hanya peralatan tapi dibantu oleh relawan untuk menanam dan memeliharanya.(Sumber: diperta.jabarprov.go.id)
Read More

Indonesia Harus Bangun Industrialisasi Sektor Pertanian

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Rahmat Pambudi menilai sudah saatnya Indonesia membangun industrialisasi sektor pertanian untuk menggenjot perekonomian dan menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan nasional.


"Jangan lupa pada masa penjajahan dulu, Belanda datang ke tanah air untuk mengambil hasil pertanian berupa rempah-rempah dan lain-lain. Itu artinya kita memiliki sumber daya alam pertanian melimpah, tapi sekarang sektor pertanian dilupakan," kata Rahmat Pambudi dijumpai di Jakarta, Rabu.

Rahmat mengatakan pemerintah saat ini cenderung mendorong industrialisasi manufaktur non pertanian. Hal tersebut menurut dia, baik dilakukan asalkan sektor pertanian tetap diprioritaskan sebagai jati diri perekonomian bangsa.

Dia mengulas pemimpin Indonesia pada era orde lama dan orde baru memiliki perhatian lebih kepada sektor pertanian. Sehingga pada saat itu Indonesia tidak pernah mengimpor hasil tani.

"Sekarang anggaran pertanian besar, namun beras masih impor. Padahal yang penting itu bukan jumlah anggarannya, tapi bagaimana cara mengalokasikan anggaran itu," kata Rahmat. Dia menekankan sektor pertanian Indonesia dapat semakin terpuruk jika tidak segera dibenahi, terlebih dengan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 mendatang.

"Oleh karena itu kita membutuhkan pemerintah yang bisa mendorong industrialisasi sektor pertanian, agar bangsa ini kembali kuat dan anti-impor," ujar dia.(Sumber : antaranews.com)
Read More